Friday, July 01, 2005
Tulisan ini bukan bermaksud menganjurkan untuk meninggalkan kebiasaan baik kita agar selalu untuk membuat rencana atau planning dalam beraktivitas. Tulisan ini kebetulan muncul sebagai hasil pengamatan saya belakangan ini, dan semoga saja tidak salah untuk diungkapkan.
Ketika sudah duduk di tempat kerja dan hendak mulai bekerja dengan hal-hal yang sudah saya persiapkan sebelumnya, kadang dengan tiba-tiba (kenapa juga ini sering terjadi), saya harus mengejakan hal lain yang saya pikir harus dikerjakan terlebih dahulu karena sangat pentingnya hal tersebut, tidak perduli suka ataupun tidak suka saya mengerjakan hal tersebut. Saya kadang berpikir, mungkin ada sesuatu yang salah dengan cara saya dalam melakukan perencanaan (plan management); atau bisa jadi saya sendiri yang tidak becus dalam bekerja, sehingga selalu datang permasalahan yang harus ditangani. Atau karena memang jenis pekerjaan saya yang bergelut di bidang IT yang selalu menuntut perubahan yang mengharuskan saya untuk menghadapi hal-hal demikian? Entahlah.
Sampai suatu saat dengan tidak sengaja mengamati hal yang sama terjadi pada orang lain. Orang-orang dari vendor IT lain yang kebetulan bekerja sama dengan saya dalam suatu project IT, juga mengalami hal yang sama dalam hal mismatch antara rencana dan pelaksanaannya. Hal yang sama juga terjadi pada vendor lain sebelumnya yang juga bekerja sama dengan saya dalam suatu project IT. Kemarin ada masalah dengan Operating system, sehingga buyar semua dengan rencana telah dipersiapkan. Kemarinnya lagi ada masalah dengan Database; ada lagi masalah web server; ada lagi masalah dengan aplikasi token. Wah pokoknya hampir setiap hari ada masalah. Jangan-jangan ini hanya terjadi pada implementasi IT di Indonesia? Entahlah.
Dalam hal kuliah, kenyataan ini juga sering terjadi. Hanya karena adanya “lompatan” molekul-molekul yang menghantarkan listrik di system syaraf sang dosen, akhirnya di depan kelas sang dosenpun berkata “A”, tidak seperti dengan anggapan dan perkiraan saya untuk mengatakan “A*”. Atau bisa jadi tidak ada “A”, “A*” atau “Apapun”, karena sang dosen tidak jadi datang, sehingga berantakanlah segala rencana, sampai kadang muncul perkataan, “Kalau tahu begini….”, “Ngobrol kek kalau mau ke luar kota…”, dst. Apakah ini memang salah satu bentuk ‘pembelajaran’? Entahlah.
Bahkah hampir bersamaan dengan tulisan ini ditulis, di televisi, Menteri Perhubungan mengatakan “Seharusnya ini tidak perlu terjadi …†terhadap terjadinya tabrakan kereta api di pasar minggu. Tapi apakah mungkin tidak terjadi kecelakaan? Entahlah.
Pada suatu saat saya sadar dan tidak lagi berkata “Entahlah” ketika suatu saat saya mengalami ‘hal kecil’ yaitu ban kendaraan saya bocor (dengan tiba-tiba tentunya) dan berantakanlah semua rencana saya. Saya harus menambalkan ban itu dan sambil menunggu saat akhirnya berpikir, bahwa kadang saya harus menjadi tidak berdaya, tidak dapat menolak dengan yang terjadi pada diri saya. Saya hanyalah sebutir partikel di antara sekian milliard (atau sekian satuan yang tidak dapat didefinisikan oleh siapapun) partikel-partikel lain yang berinteraksi satu sama lain di alam yang agung ini. Saya hanyalah seorang hamba yang lemah yang hanya dapat menyusun rencana dengan rapuh, dalam kesempatan yang diberikan Sang maha rencana, Sang maha perkasa.
Saya percaya bahwa dibalik semua kejadian pasti ada maksud dan hikmah dari Sang maha rencana. Hikmah yang saya ambil, seandainya saya tidak mengalami kejadian-kejadian itu, mungkin saya tidak dapat menulis tulisan ini.
Saya hanya dapat berencana tapi Tuhan dengan kasih sayangnya mengganti rencana kita dengan kebetulan-kebetulan sehingga memberi kesempatan pada saya untuk merencanakan lagi. “Dalam rencanaMu aku berencanaâ€
Saya hanya menjalani apa yang ada sekarang dengan segala rasa suka. Kata Koes plus, “Buat apa susah…â€. Life is short!
Medang Lestari, 01 Jul 2005 ; 05.10 am