Everyone can be superheroes

See? Now you respect me, because I’m a threat.

Jam 5 pagi. Mata masih ngantuk kriyip-kriyip, mendadak kaget, melek!, melihat berita utama di tivi, tentang pembakaran masjid jamaah Ahmadiyah.

Weh… lhadalahKepriben kiye.  Semua kok pada main kasar, enggak preman, oknum pejabat, sampai ke rakyat, lan ugo ummat.

Saya bukan simpatisan, apalagi anggota jamaah Ahmadiyah, dan tidak bermaksud membahasnya dalam blog berbayar ini (jaaah.. blog berbayar!), karena bagi saya hal tersebut merupakan kasus ndeso, katrok lan ngisin-ngisini.

Menurut saya yang awam — dan melihatnya dari  luar — ini kasus yang mestinya gampang sekali diselesaikan oleh bangsa ini, yakni oleh negara dan juga rakyatnya.

Loh! kok malah dibahas.

Beberapa bulan yang lalu, saya juga menerima terusan email dan SMS berantai tentang larangan menonton sebuah acara tivi, yang berisi ‘syiar’ agama tertentu yang diyakini dapat mempengaruhi keyakinan yang menontonnya.

Seperti tipikal pesan spam lainnya, email dan SMS tersebut mengutip narsum yang dianggap dapat meyakinkan, dan juga amanat untuk meneruskan pesan tersebut.

Harusnya tidak ada yang aneh dari pesan tersebut, tapi mungkin karena redaksi penulisan yang ‘aneh’, bagi saya ajakan dan ancaman tersebut terlalu aneh dan mengada-ada.

Duh.. ‘biasa aja kenapa? Kok sepertinya ketakutan sekali.

Padahal justru dengan adanya email dan SMS berantai tersebut, membuat sebagian orang jadi semakin penasaran, dan ingin menontonnya. Nah lho, jadi kontra-produktif dong! Yang tadinya tidak tahu, jadi penasaran, dan kemungkinan malahan menonton acara tersebut.

Memang issue SARA (termasuk di dalamnya masalah agama) adalah issue yang sangat sensitif, dan saya yakin, (*ambil corong mikropon Pak Lurah) “kita sebagai bangsa yang besar harusnya dapat banyak belajar untuk menyelesaikannya. Janganlah terlalu hobi membawa suatu masalah yang suderhana, ke dalam eee.. apa itu, perspektif SARA! Betul tidak? Akan lebih bagus lagi kalau kita dapat melihatnya dari perspektif yang lebih luas.”

Betul Pak! (kenthir!, iki njawab sopo?) Kadang kita perlu menyerahkannya kepada alam . Biarkan waktu yang mencerna dan menyelesaikannya.

Dibiasakan aja. — Maksudnya, “biasa aja kenapa?”.

Kadang waktu lebih adil dalam menyelesaikan. Mana yang benar, pasti akan terbukti benar dengan sendirinya, dan kita tidak harus menghabiskan sumber daya dan energi dengan sia-sia.

Itu semua tentunya kalau kita dapat berpikir jernih dan positif. Bukannya selalu dihantui oleh perasaan takut akan datangnya musuh.

Padahal sebenarnya musuh itu sendiri berada dalam alam pikiran yang negatif. Kalau sudah demikian, kita sering sekali melihat sesuatu hal yang sebenarnya biasa, menjadi suatu ancaman serius yang harus diperlakukan dengan ‘hormat’ (*nunjuk quote di awal tulisan).

Sekian nggih.. (*kembalikan corong mikropon kepada Pak Lurah). Parengpareng

Monggo… (loh? sopo iki sing njawab).

Keterangan gambar: Syndrome – Character at “The Incredibles”, © 2004 Buena Vista Pictures Distribution.

Loh ternyata judulnya nggak nyambung! Hihihi…

6 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *