Selamat Jalan Pak Harto

Hari ini, 27 Januari 2008, tepatnya pukul 13.10 WIB, H. M. Soeharto menghembuskan nafasnya yang terakhir, setelah 24 hari dirawat intensif di RSPP Jakarta.

Kabar meninggalnya Pak Harto menyebar ke seluruh penjuru negeri, menyedot perhatian media massa, dan barangkali juga perhatian sebagian besar rakyat Indonesia. Mantan Presiden RI ini meninggalkan begitu banyak sejarah di hati rakyatnya.

Ada yang mengagungkan dan ada juga yang menghujatnya. Pak Harto, layaknya sekeping mata uang yang mempunyai dua sisi yang berbeda, memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Berkat jasa beliau, rakyat di penjuru negeri pernah mengalami kemakmuran dan beroptimis serta bersemangat untuk menghadapi kehidupannya. Masalah-masalah yang belakangan ini muncul, seperti kemiskinan, kesulitan ekonomi, pengangguran, kepastian akan ketidakpastian, keberadaannya bagaikan sebuah mimpi buruk yang tidak pernah dibayangkan oleh generasi yang pernah hidup di era kepemimpinan Pak Harto.

Selain meninggalkan prestasi, Pak Harto juga meninggalkan kenangan buruk, dan pengalaman yang mengerikan bagi sebagian rakyat dan keluarganya yang pernah menjadi korban tindakan politik-militer Pak Harto. Bagaikan seorang Bapak dalam arti yang literal, dia kadang menjadi begitu kejam terhadap anak-anaknya. Walaupun kadang absurd mengartikannya. Untuk kepentingan siapa tindakan seorang Bapak itu. Didedikasikan untuk anaknya, ataukah sebenarnya untuk kepentingannya. Betapa banyak anggota keluarga rakyat Indonesia yang raib, menjadi korban penculikan, menjadi korban tindakan represif ajang demokrasi jalanan. Bagaimana pula perasaan 300.000 sampai satu juta keluarga yang anggota keluarganya ‘dibersihkan’ oleh operasi Kopkamtib menumpas ajaran komunis.

Hari ini, di media TV, selain dipenuhi laporan (reportase), beberapa di antaranya menayangkan obituari sang Smiling General ini, lengkap dengan ilustrasi gambar yang khas liputan pemerintahan orde baru. Hal tersebut seperti mengingatkan kembali perjalan sejarah bangsa dan membuai pemirsa bernostalgia ke masa di mana diperkenalkan adanya jargon Swasembada Pangan, Program Repelita, Trilogi Pembangunan, yang kesemuanya itu obsolete dan tidak diingat lagi (setidaknya dalam pengertian harafiahnya).

Bagi saya, dan mungkin beberapa orang, acara TV tersebut sepertinya menjadikan ‘hiburan’ setelah selama ini semua stasiun TV mencekoki tayangan infotainment dan sinetron bodoh. Bahwa ternyata bangsa ini pernah ‘besar’ dan mempunyai jati diri, meskipun kini semuanya sekarang dibuktikan lain oleh sejarah.

Terlepas dari sisi negatif Pak Harto, sudah selayaknya rakyat dan bangsa Indonesia berterima kasih kepada beliau. Bapak yang melayani anak bangsanya, Bapak yang melindungi, Bapak yang mengayomi, dan Bapak yang memberikan contoh (baik dan juga buruk). Jasanya begitu besar untuk bangsa. Tanpa beliau kita tidak pernah tahu betapa kegelapan dan kesulitan-kesulitan bangsa ini ternyata begitu menyesakkan. Dan sudah sepantasnya kita belajar.

Ada beberapa hal yang mengalami masa belajar dulu, dan dilanjutkan dengan ujian. Atau sebaliknya, menerima ujian dan cobaan dulu, kemudian mengambil pelajaran dan hikmah dari ujian tersebut. Namun bangsa kita sepertinya dihadapkan pada suasana yang mengharuskannya untuk menghadapi ujian sekaligus belajar dalam rangka menjadi bangsa yang dicita-citakan.

Pak Harto telah pergi, meninggalkan banyak hikmah yang dapat dipetik. Betapa untuk menjadi seorang besar, menjadi pahlawan, mesti harus ditempuh dengan berbagai peristiwa heroik, perjuangan dan pengorbanan. Betapa susu sebelanga dapat begitu saja tiada artinya karena nila setitik. Betapa orang begitu mudah melupakan hal-hal baik, dan menuliskan keburukan seseorang dalam sebuah prasasti. Betapa semua orang mengharuskan dan menuntut kita untuk menjadi sempurna tanpa cacat.

Selamat jalan Pak Harto. Mari kita hormati kepergiannya dan memaafkan segala kesalahannya. Sudah menjadi keharusan kita untuk memaafkan, apalagi Beliau juga pernah meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Semoga jasa-jasa dan amal baik beliau diterima di sisi Allah, dan diampuni segala dosanya.

*Gambar diambil dari Wikipedia.

5 Comments

  1. Bagaimana bisa disalahkan ? lha wong yang meriksa antek-anteknya, hukum di Indonesia bisa di perjual belikan dan selama pintar membolak-balikan kata dan bukti pasti bisa dibeli, dan yang pasti sampai matinya masih status tersangka penjahat KKN karena dihentikan sementara akibat masih sakit alias pikun bukan karena TIDAK TERBUKTI BERSALAH.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *